Resensi Mimpi-mimpi Lintang
Judul
Penulis
Penerbit
Kota tempat terbit
Tahun terbit
Tebal halaman
|
: Mimpi-Mimpi Lintang
: Andrea Hirata
: Bentang Anggota IKAPI (PT. Bentang Pustaka)
: Jln. Pandega Padma 19, Yogyakarta
: 2008
: 504 Halaman
|
1.Tema
Pengorbanan cinta seseorang kepada orang-orang yang ia sayangi, termasuk sang dambaan hatinya.
2. Penokohan
Ø Ikal : Selalu ingin tahu
Ø Bukti : ”aku penasaran ingin tahu”, ucapnya. {halaman 151}
Ø Ayah : Berbesar hati
Ø Bukti : Namun tiba-tiba menegakkan tubuhnya. Sejurus kemudian ia berjalan menuju kawan-kawannya. Ayah menyalami mereka satu per satu untuk mengucapkan selamat. {halaman 11}
Ø Ibu : Sabar
Ø Bukti : Menunduk, tekun, tak banyak cincong. {halaman 14}
Ø Arai : Penakut
Ø Bukti : Rasanya ingin aku terkencing-kencing. Aku dan Arai tak berani mendekat. {halaman159}
Ø Lintang : Pintar
Ø Bukti : Aku merinding mendengarnya. Betapa spektakuler ide ini. {halaman 330}
Ø A Ling : Cantik
Ø Bukti : Namun, jika cantik A Ling contonya tatapannya mampu mencairkan tembaga. {halaman 131}
Ø Mahar : Tidak putus asa
Ø Bukti : Akhirnya, Mahar tanpa putus asa hanya tinggal satu harapan lagi yaitu bungkusan yang selalu dibawanya kemana-mana.{halaman 407}
Ø Kalimut : Gigih
Ø Bukti : Sekecil itu ia telah mencari nafkah. {halaman 364}
Ø Tuk Bayan Tula : Sombong
Ø Bukti : Tidak mau memalingkan wajah. {halaman 406}
3. Alur
Ø Campuran.
Ø Bukti : “sungguh menyedihkan keadaan sekolah kami sekarang. Dulu ia dikucilkan zaman, sekarang ia masih senyam sendirian. Kami tertegun bergandengan tangan. Tak seorang pun bicara karena kami terlena mendengar suara Bu Muslimah dari dalam kelas itu, gelak tawa, sedang tangis,bait-bait puisi, dan dialog sandiwara kami dulu. Lalu mengalun suara kecil Lintang menyanyikan lagu Padamu Negeri, hanya untuk menyanyikan satu lagu itu saja ia dengan gagah berani mengayuh sepeda empat puluh kilometer. Dari rumahnya di pinggir laut: Di kelas itu, meski suaranya sumbang, ia bersenandung sepenuh jiwa.”
4. Latar/setting
Ø Latar Waktu
Ø Pada novel “Maryamah Karpov” penulis menceritakan semua kejadian yang dialami penulis ketika berumur 24 tahun. Dimana ketika penulis sudah selesai menempuh mata kuliahnya di salah satu Unversitas bagus di Paris. Di dalam cerita di ceritakan kemudian hari-harinya dijalani penulis di tanah Indonesia yakni di Belitong hingga berumur 25 tahun.
Ø Latar Tempat
Ø Setting tempat pada novel ini adalah rumah Ikal, rumah Zakiah, Warung Kopi Usah Kau Kenang Lagi, Sungai Linggang, dermaga, Pulau Batuan, Pasar Ikan, Sekolah Dasar Laskar Pelangi, Toko Harapan Bangsa, rumah Puniai, dan lain sebagainya.
Ø Latar Suasana
Ø Latar suasana yang ada dalam novel ini beragam dikarenakan konflik-konfik yang muncul juga beragam. Ada kalanya senang, sedih, hingga cemas. Berikut ada penggalan kisah yang menjelaskan suasana dalam novel :
Ø Suasana senang
Ø “Ikal dapat menemukan cinta sejatinya yang telah ia cari bertahun-tahun lamanya”
Ø Suasana sedih
Ø “Tapi sayangnya, ayah Ikal tidak menyetujui anak bujangnya meminang A Ling”.
5. Sinopsis
“Jika dulu aku tak menegakkan sumpah untuk sekolah setinggi – tingginya demi martabat ayahku, aku dapat melihat diriku dengan terang sore ini: Sedang berdiri dengan tubuh hitam kumal yang kelihatan hanya mataku, memegang sekop gunungan timah, mengumpulkan napas, menghela tenaga, mencedokinya dari mulai pukul delapan pagi sampai magrib. Menggantikan tugas ayahku yang dulu menggantikan tugas ayahnya. Aku menolak semua itu! aku menolak perlakuan buruk nasib kepadaku ayahku dan kepada kaumku. Kini telah tuhan telah memeluk mimpiku. Atas nama harkat kaumku, martabat ayahku, kurasakan dalam aliran darahku saat nasib membuktikan sifatnya yang hakiki bahwa ia akan memihak kepada para pemberani.”
Keberanian dan keteguhan hati telah membawa Ikal pada banyak tempat dan peristiwa. Sudut-sudut dunia telah dia kunjungi demi menemukan A Ling. Apapun ikal lakukan demi perempuan itu. Keberaniannya ditantang ketika tanda-tanda keberadaan A Ling tampak. Dia tetap mencari, meski tanda – tanda itu masih samar. Dapatkah keduanya bertemu kembali?
6. Konflik
Ø Eksposisi (Pendahuluan) :
ketika sang penulis merindukan seseorang yang ia sayangi.
Bukti:
“Sesuatu kembali menyesaki dadaku. Aku ingin mengayuh sepeda kencang-kencang melewati toko itu, tetapi aku tak mampu beranjak. Hatiku terendam air mata rindu,sungguh rindu, sampai rasanya aku membeku. Kemana lagi aku harus mencari A Ling? Semua tempat telah kutempuh, semua orang telah kutanya, tak ada kabar beritanya, tak tahu rimbanya.” (halaman 195)
“Sesuatu kembali menyesaki dadaku. Aku ingin mengayuh sepeda kencang-kencang melewati toko itu, tetapi aku tak mampu beranjak. Hatiku terendam air mata rindu,sungguh rindu, sampai rasanya aku membeku. Kemana lagi aku harus mencari A Ling? Semua tempat telah kutempuh, semua orang telah kutanya, tak ada kabar beritanya, tak tahu rimbanya.” (halaman 195)
Ø Komplikasi (permasalahan) :
Ketika sang penulis di anggap sakit jiwa.
Bukti:
“Pisang-pisang kipas bernyawa, tiang-tiang bendera bertelinga. Tak tahu dari siapa, berita aku akan membuat perahu menyebar kemana-mana, dan aku dituduh sakit jiwa. Sampai-sampai aku tak berani melintas di pasar karena tak tahan berhari-hari dicela.” (halaman 237)
Ø Tahap peningkatan konflik :
“Dengan aba-aba dari Lintang, pompa dihidupkan. Percobaan pertama, dan ternyata gagal. Sebab, ternyata sangat susah menggosongkan drum secara simultan. Empat drum melonjak ke permukaan, jelas tak mampu menggerakkan perhu sedikitpun. Perahu itu sangat berat seperti sebuah panser yang terbenam. Eksyen dan komplotannya berteriak-teriak girang melihat kami gagal.”
Ø Klimaks (puncak permasalahan) :
“Sementara perahu-perahu anak buah Tambok makin dekat. Lalu kudengar letupan-letupan senapan. Merekan menembaki perahu kami dengan senapan rakitan. Mahar menaikkan layar dan aku memutar haluan. Tujuan kami adalah timur dan angin barat serta merta mendorong kami.
Ø Resolusi/penyesaian :
“Di tengah hamparan ilalang, A Ling berdiri sendirian menunggu. Kami hanya diam, tapi A ling tahu apa yang telah terjadi. Ia terpaku lalu luruh. Ia bersimpuh dan memeluk lututnya. Matanya semerah naga. Ia sensenggukan sambil meremas ilalang tajam. Seakan tak ia rasakan darah menguncur di telapaknya. Ia menarik putus kalungnya, menggulungkan lengan bajunya, dan memperlihatkan rajah kupu-kupu hitam di bawah sinar bulan. Ku katakan padanya bahwa aku tak’kan menyerah pada apapun untuknya dan akan ada lagi perahu berangkat ke Batuan. Ku katakan padanya, aku akan membawanya naik perahu itu dan kami akan melintasi Selat Singapura.
7. Sudut pandang
Penulis novel maryamah karpov ini dengan gaya pengarang sebagai pelaku utama, sehingga dalam cerita tertera kata “Aku” dan juga penulis sering mengungkapkan apa yang dirasakan maupun yang dipikirnya dalam untaian kata yang indah.
8. Amanat
Kita sepatutnya memperjuangkan cinta demi kebahagiaan hidup ini, walaupun cara untuk
memperjuangkan cinta itu penuh dengan pengorbanan.
Sebaiknya masyarakat Indonesia harus mulai bisa menumpas ketelatan dalam segala bidang, karena jika tidak maka bisa saja merugikan diri sendiri.
Sebaiknya pemerintah tidak sibuk dengan kesenangannya sendiri, sehingga nantinya masyarakat kecil bisa sedikit tak terabaikan.
Kegagalan adalah sukses yang tertunda.
Siapa yang menabur senyum , dialah yang akan menuai cinta.
Menurut ketentuan agama, tak boleh mendiamkan orang tua, bertanya lebih dari tiga kali.
Ø Jangan pernah mengalah dengan nasib, semangat dan ilmu dapat menaklukkan apapun.
Komentar
Posting Komentar